Bagi beberapa orang dan mungkin juga saya menghabiskan
banyak waktu diluar rumah dengan membawa sebuah camera digital merupakan hal
yang luar biasa, walaupun mungkin juga dan hampir sering camera yang di bawa
tidak di pakai untuk memotret karena satu dan lain hal, dan hal ini tidak
pernah membuat kapok saya karena sudah merupakan hoby tentunya, he he he.
Beberapa saat yang lalu, bapak Kabag Kesra Setda Nabire
Bapak Lamech Danomira beserta istri dan anak, Kasubag Pendidikan dan Olah Raga
Bagian Kesra Setda Nabire sdr.Muiz,S.Pi dan juga saya sendiri berkesempatan ke
ibu kota provinsi Papua atau Jayapura pada akhir januari lalu untuk suatu
urusan dinas.
Seperti biasa dalam perjalanan saya segalah hal yang
menyangkut keperluan pribadi di bawa seperti tas roda berisikan semua
perlengkapan dan pakaian, tas labtob dan juga tas camera dan smart phone
tentunya, kalau di lihat dengan seksama mirip perlengkapan yang di pakai oleh
pasukan elit Amerika Serikat Delta Force, hanya mungkin kurang senjata dan
rompi anti peluru saja.
Keberangkatan kami ke Jayapura sesuai dengan data yang
tertera pada e-tiket kami jadwal kebarangkatan pada jam 10:20 WIT namun
ternyata pesawat baru tiba pada jam 11:30 WIT, alamak sial berangkat jam berapa
ni…? Dan akhirnya juga kami baru di persilahkan naik ke dalam pesawat ATR
72-500 Wings Air pada jam 11:50 WIT, itu artinya kami baru akan tibah di
Jayapura hampir jam 13:15 WIT di bandara udara Sentani Kabupaten Jayapura, ya mau
di bilang apa ini pesawat udara yang punya mekanisme dalam penerbangan dan
bukan angkot jadi bisa di pilih apabilah kondisi mendesak, jadi teringat kata
bijak yang mengatakan biar lambat asal selamat, ya ya betul juga dari pada
cepat dan celaka bagaimana ?
Satu hal yang mengasikan jika kita berpergian dengan pesawat
ATR 72-500 Wing, bahwa kita dapat memilih kursi mana saja untuk di duduki dan
hal ini telah menjadi seperti kebiasaan dalam penerbangan Wings di Papua.
Ya Jayapura memang menjadi ikon Papua karena Ibu Kota
Provinsi berada di sini serta beberapa Universitas baik negeri maupun swasta
dan banyak anak-anak negeri ini menimbah ilmu di Jayapura. Banyak hal bisa
dipetik dari Kota Jayapura diantaranya terkait pengelolahan sampah dan
kesadaran masyarakatnya untuk menjaga kebersihan.
Kita dapat melihat petugas kebersihan membersihkan sampah
pada pagi hari sebelum warga bangun dan melakukan aktifitas, sungguh sangat
mengagumkan, dimana-mana terdapat himbauan pemerintah daerah melalui perangkat
wilayah RT dan RW tentang pentingnya menjaga kebersihan di samping tentunya
perda yang telah di tetapkan.
Di Jayapura seperti biasanya kami nginap di hotel matoa yang
berada di pusat kota
Jayapura, Pak Kabag dengan Istri serta anaknya sekamar demikian juga saya
bersama dengan kang Muiz satu kamar, ya lumayan karena tarif nginap semalam
Rp.500 rb buat kamar deluxe sehingga kalau berdua tinggal patungan dong, asik
bisa berhemat. Ya sayakan tinggal mengaminkan saja karena teman nginap orangnya
baik dan tidak suka macam-macam, ha ha ha dia tipe suami penyayang dan takut
sama istri tentunya.
Keberadaan hotel ini sangat strategis buat segalah urusan
yang hendak dilaksanakan. Hotel matoa sangat dekat dengan Mapolresta Kota
Jayapura jadi sudah barang tentu soal keamanan jangan ditanya lagi, di jamin
pasti aman.
Di samping factor keamanan tersebut factor yang tidak kala
pentingnya adalah kenyamanan karena tersedia beberapa ATM (Autamatic Trade Money/Anjungan Tunai Mandiri) yang sangat
berdekatan yakni ATM Bank Papua, Mandiri dan
BNI sehingga urusan tarik menarik uang tidak repot.
Satu hal yang sangat membuat kami terkagum-kagum adalah
harga makanan di Kota Jayapura yang super sekali sebagai contoh satu porsi ikan
mujair hidup yang di bakar harganya Rp.70 rb – Rp.80 rb, tapi ada juga makanan
yang harga murah meria seperti di belakang hotel matoa tempat kami nginap
umumnya makanan di jual dengan harga yang wajar seperti satu porsi ayam lalap
harganya Rp.25 rb demikian juga dengan soto ayam harganya Rp. 20 rb, namun
sayang warung tersebut baru kami singahi sehari sebelum kami balik lagi ke
Nabire. Kalau makanan untuk malam hari di sepanjang jalan depan hotel matoa dan
jalan di sampingnya banyak penjual sate yang menjajahkan jualannya dengan harga
yang sangat wajar Rp. 25 rb untuk satu porsi sate dengan lontong, ya lumayan buat
melewati malam sudah lebih dari cukup.
Setalah melewati lima hari yang mengasikan di Jayapura dan
telah selesainya segalah urusan, saatnya kami harus kembali ke Nabire dengan
menumpang pesawat Wings Air penerbangan 1625 flight ke-2 yang di rencanakan
berangkat jam 08:20 Wit.
Seperti biasa intruksi dan arahan dari agen travel tempat kami membeli e-tiket dan di
pertegas dengan tulisan pada amplop e-tiket kami bahwa kami harus lapor pada
jam 07:00 Wit membuat kamu harus bergegas meninggalkan hotel pada jam 06:00 Wit
dengan menumpang mobil rental dalam kondisi cuaca hujan, namun si sopir yang
kelihatanya berasal dari Sulsel tergambar dari dialeknya melaju melalui jalan
alternative dengan melewati belakang universitas Cenderasih Jayapura dengan
maksud untuk menghindari kemacetan pagi jam dimana semua pegawai dan anak
sekolah serta karyawan swasta menuju ketempat aktifitas masing-masing.
Tibah di airport Sentani pada jam 07:15 Wit merupakan hal
yang luar biasa bahwa kami telah datang sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, namun sayangnya kali ini kami harus mengalami situasi yang sama
saat akan berangkat dari Nabire ke Jayapura, kata yang paling popular adalah….
DELAY… ya penudaan keberangkatan hingga waktu yang tidak di tentukan karena
alasan teknis.
Ternyata bukan hanya penerbangan kami saja, tetapi beberapa
penerbangan dari dan ke jayapura juga mengalami penundaan karena factor teknis dan
cuaca. Akibat dari penudaan tersebut mengakibatkan penumpukan penumpang yang
terlihat kurang teratur serta hal lain yang tidak kala mengecewahkan adalah
padamnya listrik di bandara sentani sempat mengakibatkan gelap gulita dalam
terminal keberangkatan.
Dan sebagai konsekwensi pihak maskapai harus memberi snack kepada penumpang, ya syukur karena kebetulan pagi belum sempat makan karena harus buru-buru ke bandara Sentani dari hotel, oh ya lupa sebelum pihak maskapai memberikan makan ternyata atas inisiatip sendiri dan juga naluri makan karena lapar, saya dengan pak Muiz naik menuju terminal keberangkatan yang dilantai atas bandara Sentani di situ ada beberapa kedai makanan yang menyediakan makanan cepat saji dan salah satunya mie instan dengan telur dan sedikit sayur sawinya, untuk dua mangkuk mie instan di campur telur dan sayur sawi dan satu telur rebus serta satu buah botol air mineral kecil di bandrol seharga 110 Rb ya mau apa lagi terpaksa dibayar oleh pak Muiz masa mau protes, malu-maluin saja ini bandara, pajaknya tinggi demikian yang disampaikan oleh pak Muiz.
Syukur karena semua permasalahn tersebut cepat teratasi baik keberangkatan dan pemadaman listrik, berangsur-rangsur penumpang naik ke pesawat khusus penerbangan ke Wamena dengan maskapai Trigana Air Servis serta Wings. Kami harus menunggu hingga jam 10:45 baru dipersilahkan naik ke pesawat.
Dan sebagai konsekwensi pihak maskapai harus memberi snack kepada penumpang, ya syukur karena kebetulan pagi belum sempat makan karena harus buru-buru ke bandara Sentani dari hotel, oh ya lupa sebelum pihak maskapai memberikan makan ternyata atas inisiatip sendiri dan juga naluri makan karena lapar, saya dengan pak Muiz naik menuju terminal keberangkatan yang dilantai atas bandara Sentani di situ ada beberapa kedai makanan yang menyediakan makanan cepat saji dan salah satunya mie instan dengan telur dan sedikit sayur sawinya, untuk dua mangkuk mie instan di campur telur dan sayur sawi dan satu telur rebus serta satu buah botol air mineral kecil di bandrol seharga 110 Rb ya mau apa lagi terpaksa dibayar oleh pak Muiz masa mau protes, malu-maluin saja ini bandara, pajaknya tinggi demikian yang disampaikan oleh pak Muiz.
Syukur karena semua permasalahn tersebut cepat teratasi baik keberangkatan dan pemadaman listrik, berangsur-rangsur penumpang naik ke pesawat khusus penerbangan ke Wamena dengan maskapai Trigana Air Servis serta Wings. Kami harus menunggu hingga jam 10:45 baru dipersilahkan naik ke pesawat.
Penerbangan Jayapura ke Nabire mamakan waktu 1 jam 30 menit
dan kami harus terbang dalam kondisi cuaca yang sedikit berawan karena memang
lagi musim penghujan. Dalam penerbangan ini banyak kursi yang terlihat kosong
dan hanya mungkin di isi oleh sekitar 50an penumpang.
Dengan sedikit berkabut pesawat ATR 72-500 Wings mendarat
dengan mulus di Bandar udara Nabire dan dengan demikian perjalanan kami ke Jayapura dan balik lagi ke Nabire berakhir.
Tunggu edisi berikutnya ke Surabaya, Jogja, Semarang dan
Bandung dalam waktu dekat bersama saya sendiri serta kawanku pak Muiz dan tentunya saudara Pice si operator komputer kami di Bagian Kesra Setda Nabire, ha
ha ee.