Sabtu, 20 Februari 2016

ASAL ADA KESEMPATAN


Bagi beberapa orang dan mungkin juga saya menghabiskan banyak waktu diluar rumah dengan membawa sebuah camera digital merupakan hal yang luar biasa, walaupun mungkin juga dan hampir sering camera yang di bawa tidak di pakai untuk memotret karena satu dan lain hal, dan hal ini tidak pernah membuat kapok saya karena sudah merupakan hoby tentunya, he he he.

Beberapa saat yang lalu, bapak Kabag Kesra Setda Nabire Bapak Lamech Danomira beserta istri dan anak, Kasubag Pendidikan dan Olah Raga Bagian Kesra Setda Nabire sdr.Muiz,S.Pi dan juga saya sendiri berkesempatan ke ibu kota provinsi Papua atau Jayapura pada akhir januari lalu untuk suatu urusan dinas.

Seperti biasa dalam perjalanan saya segalah hal yang menyangkut keperluan pribadi di bawa seperti tas roda berisikan semua perlengkapan dan pakaian, tas labtob dan juga tas camera dan smart phone tentunya, kalau di lihat dengan seksama mirip perlengkapan yang di pakai oleh pasukan elit Amerika Serikat Delta Force, hanya mungkin kurang senjata dan rompi anti peluru saja.

Keberangkatan kami ke Jayapura sesuai dengan data yang tertera pada e-tiket kami jadwal kebarangkatan pada jam 10:20 WIT namun ternyata pesawat baru tiba pada jam 11:30 WIT, alamak sial berangkat jam berapa ni…? Dan akhirnya juga kami baru di persilahkan naik ke dalam pesawat ATR 72-500 Wings Air pada jam 11:50 WIT, itu artinya kami baru akan tibah di Jayapura hampir jam 13:15 WIT di bandara udara Sentani Kabupaten Jayapura, ya mau di bilang apa ini pesawat udara yang punya mekanisme dalam penerbangan dan bukan angkot jadi bisa di pilih apabilah kondisi mendesak, jadi teringat kata bijak yang mengatakan biar lambat asal selamat, ya ya betul juga dari pada cepat dan celaka bagaimana ?

Satu hal yang mengasikan jika kita berpergian dengan pesawat ATR 72-500 Wing, bahwa kita dapat memilih kursi mana saja untuk di duduki dan hal ini telah menjadi seperti kebiasaan dalam penerbangan Wings di Papua.

Ya Jayapura memang menjadi ikon Papua karena Ibu Kota Provinsi berada di sini serta beberapa Universitas baik negeri maupun swasta dan banyak anak-anak negeri ini menimbah ilmu di Jayapura. Banyak hal bisa dipetik dari Kota Jayapura diantaranya terkait pengelolahan sampah dan kesadaran masyarakatnya untuk menjaga kebersihan.
Kita dapat melihat petugas kebersihan membersihkan sampah pada pagi hari sebelum warga bangun dan melakukan aktifitas, sungguh sangat mengagumkan, dimana-mana terdapat himbauan pemerintah daerah melalui perangkat wilayah RT dan RW tentang pentingnya menjaga kebersihan di samping tentunya perda yang telah di tetapkan.

Di Jayapura seperti biasanya kami nginap di hotel matoa yang berada di pusat kota Jayapura, Pak Kabag dengan Istri serta anaknya sekamar demikian juga saya bersama dengan kang Muiz satu kamar, ya lumayan karena tarif nginap semalam Rp.500 rb buat kamar deluxe sehingga kalau berdua tinggal patungan dong, asik bisa berhemat. Ya sayakan tinggal mengaminkan saja karena teman nginap orangnya baik dan tidak suka macam-macam, ha ha ha dia tipe suami penyayang dan takut sama istri tentunya.
Keberadaan hotel ini sangat strategis buat segalah urusan yang hendak dilaksanakan. Hotel matoa sangat dekat dengan Mapolresta Kota Jayapura jadi sudah barang tentu soal keamanan jangan ditanya lagi, di jamin pasti aman.
Di samping factor keamanan tersebut factor yang tidak kala pentingnya adalah kenyamanan karena tersedia beberapa ATM (Autamatic Trade Money/Anjungan Tunai Mandiri) yang sangat berdekatan yakni ATM Bank Papua, Mandiri dan  BNI sehingga urusan tarik menarik uang tidak repot.

Satu hal yang sangat membuat kami terkagum-kagum adalah harga makanan di Kota Jayapura yang super sekali sebagai contoh satu porsi ikan mujair hidup yang di bakar harganya Rp.70 rb – Rp.80 rb, tapi ada juga makanan yang harga murah meria seperti di belakang hotel matoa tempat kami nginap umumnya makanan di jual dengan harga yang wajar seperti satu porsi ayam lalap harganya Rp.25 rb demikian juga dengan soto ayam harganya Rp. 20 rb, namun sayang warung tersebut baru kami singahi sehari sebelum kami balik lagi ke Nabire. Kalau makanan untuk malam hari di sepanjang jalan depan hotel matoa dan jalan di sampingnya banyak penjual sate yang menjajahkan jualannya dengan harga yang sangat wajar Rp. 25 rb untuk satu porsi sate dengan lontong, ya lumayan buat melewati malam sudah lebih dari cukup.

Setalah melewati lima hari yang mengasikan di Jayapura dan telah selesainya segalah urusan, saatnya kami harus kembali ke Nabire dengan menumpang pesawat Wings Air penerbangan 1625 flight ke-2 yang di rencanakan berangkat jam 08:20 Wit.
Seperti biasa intruksi dan arahan dari agen travel tempat kami membeli e-tiket dan di pertegas dengan tulisan pada amplop e-tiket kami bahwa kami harus lapor pada jam 07:00 Wit membuat kamu harus bergegas meninggalkan hotel pada jam 06:00 Wit dengan menumpang mobil rental dalam kondisi cuaca hujan, namun si sopir yang kelihatanya berasal dari Sulsel tergambar dari dialeknya melaju melalui jalan alternative dengan melewati belakang universitas Cenderasih Jayapura dengan maksud untuk menghindari kemacetan pagi jam dimana semua pegawai dan anak sekolah serta karyawan swasta menuju ketempat aktifitas masing-masing.
Tibah di airport Sentani pada jam 07:15 Wit merupakan hal yang luar biasa bahwa kami telah datang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, namun sayangnya kali ini kami harus mengalami situasi yang sama saat akan berangkat dari Nabire ke Jayapura, kata yang paling popular adalah…. DELAY… ya penudaan keberangkatan hingga waktu yang tidak di tentukan karena alasan teknis.

Ternyata bukan hanya penerbangan kami saja, tetapi beberapa penerbangan dari dan ke jayapura juga mengalami penundaan karena factor teknis dan cuaca. Akibat dari penudaan tersebut mengakibatkan penumpukan penumpang yang terlihat kurang teratur serta hal lain yang tidak kala mengecewahkan adalah padamnya listrik di bandara sentani sempat mengakibatkan gelap gulita dalam terminal keberangkatan.
Dan sebagai konsekwensi pihak maskapai harus memberi snack kepada penumpang, ya syukur karena kebetulan pagi belum sempat makan karena harus buru-buru ke bandara Sentani dari hotel, oh ya lupa sebelum pihak maskapai memberikan makan ternyata atas inisiatip sendiri dan juga naluri makan karena lapar, saya dengan pak Muiz naik menuju terminal keberangkatan yang dilantai atas bandara Sentani di situ ada beberapa kedai makanan yang menyediakan makanan cepat saji dan salah satunya mie instan dengan telur dan sedikit sayur sawinya, untuk dua mangkuk mie instan di campur telur dan sayur sawi dan satu telur rebus serta satu buah botol air mineral kecil di bandrol seharga 110 Rb ya mau apa lagi terpaksa dibayar oleh pak Muiz masa mau protes, malu-maluin saja ini bandara, pajaknya tinggi demikian yang disampaikan oleh pak Muiz.

Syukur karena semua permasalahn tersebut cepat teratasi baik keberangkatan dan pemadaman listrik, berangsur-rangsur penumpang naik ke pesawat khusus penerbangan ke Wamena dengan maskapai Trigana Air Servis serta Wings. Kami harus menunggu hingga jam 10:45 baru dipersilahkan naik ke pesawat.

Penerbangan Jayapura ke Nabire mamakan waktu 1 jam 30 menit dan kami harus terbang dalam kondisi cuaca yang sedikit berawan karena memang lagi musim penghujan. Dalam penerbangan ini banyak kursi yang terlihat kosong dan hanya mungkin di isi oleh sekitar 50an penumpang.

Dengan sedikit berkabut pesawat ATR 72-500 Wings mendarat dengan mulus di Bandar udara Nabire dan dengan demikian perjalanan kami ke Jayapura dan balik lagi ke Nabire berakhir.

Tunggu edisi berikutnya ke Surabaya, Jogja, Semarang dan Bandung dalam waktu dekat bersama saya sendiri serta kawanku pak Muiz dan tentunya saudara Pice si operator komputer kami di Bagian Kesra Setda Nabire, ha ha ee.